IDENTITAS
JURNAL
Judul
: Perlindungan Hukum Hak Cipta terhadap Musik di Indonesia yang di Upload
di
Media Massa
Penerbit
: Jurnal Panorama Hukum
Volume
: 4
Nomor
: 1
Tahun
: 2019
Penulis
: Joko Nuryanto, Hafid Zakariya Ronaldo, Wisnu Putra Pratama
Instansi
: Universitas Islam Batik Surakarta
LATAR
BELAKANG
Di
era globalisasi saat ini, terjadi perkembangan teknologi yang sangat pesat dan
signifikan. Tidak terkecuali didalam perkembangan penyimpanan. Dalam
perkembangan ini, terdapat dua hal yaitu hal positif dan hal negatif. Hal
positif yang dapat diambil dari penyimpanan ini adalah kita dipermudahkan untuk
menyimpan segala macam hal dalam bentuk file atau data.
Sedangkan hal negatif yang dapat timbul dari adanya
penyimpanan ini adalah seseorang dapat menggandakan atau menyebarluaskan suatu
ciptaan karya intelektual atau HAKI ke media sosial seperti youtubedan
website-website yang terdapat di google dengan mudah. Dengan demikian, hal
tesebut tidak sesuai dengan pasal 9 ayat (3) UUHC nomer 28 tahun 2014: Setiap
Orang yang tanpa izin Pencipta atau Pemegang Hak Cipta dilarang melakukan
Penggandaan dan/atau Penggunaan Secara Komersial Ciptaan.
Maraknya
situs-situs musik illegal di internet menjadi suatu tantangan yang sangat besar
dalam menegakkan perlawanan terhadap pelanggaran hak cipta. Dengan hanya
bermodalkan komputer ataupun perangkat sejenisnya dan akses internet kita sudah
bisa mendapatkan suatu karya cipta (lagu dan musik) tanpa mengeluarkan biaya
apapun. Secara tidak langsung, hal
ini tentu saja menimbulkan pemikiran bahwa apa yang dilakukan oleh pemerintah
belum mencapai titik maksimal untuk menangani masalah illegal downloading ini.
Sehingga, hal inilah yang membuat para musisi sangat terusik terhadap
penanganan sikap pemerintah yang tidak memperhatikan bahkan menganggap tidak
menghargai hasil karya cipta anak bangsa.
PEMBAHASAN
Penegakan
Hukum atas Hak Cipta biasanya dilakukan oleh pemegang Hak Cipta dalam Hukum
Perdata, namun ada pula sisi hukum pidana yang sanksi pidananya secara
dikenakan kepada aktivitas pemalsuan yang serius namun kini semakin lazim pada
perkara-perkara lain. Dengan keluarnya Undang-Undang Hak Cipta No. 19 Tahun
2002 (UU No. 10 tahun 2002) diharapkan pembajakan dapat diberantas. Namun
setelah sekian bulan Back To Nature lagi. Sebenarnya dengan adanya UU tersebut
diharapkan pembajakan bisa ditanggulangi dan masyarakat bisa mulai mengerti. Kendati demikian pembajakan tetap saja
berjalan. Kalau dilihat dan diamati dari tahun 80-an sampai sekarang bisa
ditarik suatu garis besarnya. Pertama adalah masalah law enforcement, penegakan
dan penanganan pelanggaran terhadap UU No. 8 tahun 1982 yaitu bahwa film tidak
disensor saja tidak bisa ditangani. Itu membuktikan adanya komponen dalam
penegakan Hukum yang tidak berlajan dari kurun tahun 80-an sampai sekarang.
Jadi sudah sekitar 20 tahunan masalah ini masih menjadi permasalahan saja sama
seperti “NeverEnding Story”. Dalam hal ini diragukan juga keseriusan pihak
aparat dalam menangani pembajakan Hak Cipta.
Faktor-faktor
penyebab terjadinya pelanggaran hak cipta faktor-faktor penyebab tindak pidana
hak cipta pada pembajakan karya musik perlu diketahui masyarakat untuk lebih
mengefektifkan upaya penanggulangan pelanggaran hak cipta dibidang pembajakan
karya musik. Adapun faktor-faktor penyebab terjadinya tindak pidana hak cipta
pada pembajakan karya musik adalah
· Faktor
ekonomi
Mahalnya
harga CD/VCD original membuat masyarakat Indonesia lebih memilih untuk membeli
CD/VCD bajakan yang harganya jauh lebih murah
· Penegakan hukum tidak konsisten
Aparat
pengakan Hukum kurang tegas dan kurang serius dalam menindak para pelaku
pembajakan terhadap barang bajakan Indonesia merupakan Negara yang memiliki
kedaulatan Hukum, namun dalam menegakkan Hukum harus mendapat control dan
tekanan dari Negara asing. Tidak mengherankan apabila pengakan Hukum di negeri
ini tidak dapat diketahui secara konsisten.
IDENTITAS
JURNAL
Judul
: Akibat Hukum terhadap Pelaku Pelanggaran Hak Cipta Karya Cipta Lagu
dikaji
Berdasarkan Undang-Undang Hak Cipta Nomor 28 Tahun 2014 dan Copyright Act
Penerbit
: Ganesha Law Review
Volume
: 2
Nomor
: 2
Tahun
: 2020
Penulis
: Raden Ayu Putu Wahyu Ningrat, Dewa Gede Sudika Mangku, I Nengah
Suastika
Instansi
: Universitas Pendidikan Ganesha
LATAR
BELAKANG
Seiring
dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, produkproduk yang berkaitan
dengan ciptaan lagu pun telah memberikan andil bagi peningkatan perekonomian
masyarakat. Lebih dari itu lagu sekarang ini telah mampu menampakkan diri
sebagai potensi ekonomi yang memiliki dampak sosial bagi suatu negara. Dari
segi ekonomi, karya cipta lagu pada perwujudannya telah kian membuktikan
kemampuannya untuk memberikan berbagai kemungkinan finansial yang tidak
terbatas, karena tidak bisa ditentukan berapa banyak yang menggunakan lagu
untuk kepentingan komersil yang bukan merupakan ciptaanya sendiri. Kegiatan
mengenai lagu yang meliputi pembuatan lagu, penyimpanan dan penyebaran lagu
dapat dilakukan dengan mudah dengan adanya perkembangan teknologi saat ini.
Tidak dapat dipungkiri bahwa manusia menginginkan suatu kemudahan. Kemudahan
yang diinginkan bukan hanya saat menikmati, tapi juga untuk mendapatkan
sesuatu. Namun kemudahan tersebut sering melanggar hak yang melekat atas
sesuatu yang diunduh tersebut.
Usaha
yang dilakukan oleh pemerintah Indonesia dalam rangka perlindungan terhadap
karya cipta ini ternyata belum membuahkan hasil yang maksimal. Ini dikarenakan
dalam realitasnya, berbagai macam bentuk pelanggaran yang dilakukan baik berupa
pembajakan terhadap karya cipta, mengumumkan, mengedarkan, maupun menjual karya
cipta orang lain tanpa seizin penciptanya ataupun pemegang Hak Ciptanya masih
menggejala dan seolah-olah tidak dapat ditangani walaupun pelanggaran itu dapat
dilihat dan dirasakan dalam kehidupan sehari-hari.
PEMBAHASAN
Dalam
Kamus Besar Bahasa Indonesia lagu dan musik memiliki pengertian yang berbeda.
Dimana lagu merupakan suatu syair atau lirik yang mempunyai irama. Sedangkan
musik merupakan suatu komposisi yang terdiri dari notasi yang mempunyai melodi
berirama. Namun karya lagu termasuk dalam salah satu ciptaan yang dilindungi
berdasarkan Pasal 40 ayat (1) huruf d UUHC yakni lagu atau musik dengan atau
tanpa teks. Jadi dalam suatu lagu terdapat beberapa ciptaan yang terkandung di
dalamnya sebagai suatu kesatuan. Pada lagu yang musik dan teksnya diciptakan
oleh orang yang sama dalam satu kesatuan yang utuh. Adapun karya cipta lagu
yang dilindungi adalah bagian lirik, melodi, notasi dan musik. Bahwa
perlindungan tersebut termasuk pelindungan terhadap karya cipta yang tidak atau
belum dilakukan pengumuman tetapi sudah diwujudkan dalam bentuk nyata yang
memungkinkan penggandaan ciptaan tersebut.
Perbuatan
unduh lagu melalui situs ilegal ini berarti melakukan unduh lagu secara ilegal
dan menikmatinya karena melakukan unduh lagu tanpa adanya izin resmi dari
pencipta. Lagu yang terdapat pada situs ilegal ini biasanya lagu yang tanpa
adanya persetujuan resmi dari pencipta, sehingga banyak situs-situs unduh lagu
telah di blokir. Dapat
dikatakan bahwa lagu yang tersedia pada situs ilegal tersebut adalah lagu
bajakan. Melakukan unduh lagu melalui situs ilegal dapat dikategorikan sebagai
pelanggaran dalam hal penggandaan suatu ciptaan yang tidak sah pada karya cipta
lagu. Perlu diketahui bahwa
perbuatan penggandaan dalam unduh lagu pada situs ilegal adalah perbuatan
ilegal yang telah melanggar hak ekonomi pencipta atau pemegang hak cipta yang
diatur dalam UUHC Pasal 9 ayat (1) b yakni mengatur mengenai hak ekonomi
pencipta atau pemegang hak cipta untuk melakukan penggandaan ciptaan dalam
segala bentuknya. Berdasarkan Pasal tersebut maka yang dapat melakukan
penggandan adalah pencipta atau pemegang hak cipta, dengan kata lain untuk
penggandaan tersebut haruslah dilakukan seizin dari pencipta atau pemegang hak
cipta.
Berbeda
halnya dalam melakukan unduh lagu melalui situs legal yang tersedia di
internet. Contohnya pada situs lagu soundcloude.com yang menyediakan unduh lagu
legal gratis. Dalam situs ini semua kontennya diupload sendiri oleh pencipta
atau pemegang hak cipta. namun, tidak semua lagu yang terdapat pada situs
tersebut gratis, pada beberapa lagu membutuhkan like di media sosial yang
diperlukan untuk mendapatkan lagu. Selain
itu untuk melakukan unduh lagu, terlebih dahulu hendaknya melakukan pendaftaran
agar memiliki akun pengguna pada situs ini Berbeda
halnya bila melakukan unduh lagu melalui situs legal dan untuk kepentingan
pribadi dapat dikatakan tidak melanggar hak cipta karena dilihat dari cara
mendapatkan sebuah lagu tersebut, dimana pada kasus ini melakukan unduh lagu
melalui situs legal yang berarti lagu yang terdapat dalam situs ini lagu adalah
lagu yang diperbolehkan untuk dinikmati oleh penggunanya.
IDENTITAS
JURNAL
Judul
: Perlindungan Hukum terhadap Pemegang Hak Cipta terkait Kegiatan
Streaming
dan Download Film Bajakan melalui Website Ilegal
Penerbit
: Jurnal Konstruksi Hukum
Volume
: 3
Nomor
: 2
Tahun
: 2022
Penulis
: Anak Agung Gde Chandra Wiratama, I Nyoman Putu, Diah Gayatri Sudibya
Budiartha
Instansi
: Universitas Warmadewa
LATAR
BELAKANG
Sehingga,
dibutuhkan terdapatnya kenaikan upaya perlindungan hukum serta penjaminan hukum
yang pasti yang menjadi prioritas utama dalam melindungi suatu karya cipta agar
tidak dilanggar secara semana-mena. Suatu karya cipta
yang harus mendapatkan perlindungannya serta kepastian hukum yaitu film. Secara
fakta, Kasus pembajakan saat ini semakin tinggi dan semakin banyak ditemui,
mulai dari pembajakan musik, film, software, data base, karya-karya sastra
buku, ilmu pengetahuan, dan gambar atau fotografi. Sekarang,
masih banyak film bajakan yang diedarkan pada negara Indonesia yang berarti
memanfaatkan internet untuk menyediakan website ilegal yang bisa secara gratis
diakses oleh masyarakat tanpa memperdulikan ada hak seorang pencipta karya film
tersebut yang dirugikan.
Saat
Januari 2020 lalu, Kominfo RI melaksanakan pemblokiran kepada website streaming
film bajakan ataupun ilegal semacam IndoXXI serta ribuan website ilegal yang
lain. Para oknum pembuat website/penyedia film bajakan terkadang melakukan cara
curang dengan mengganti namanya ataupun domain website guna memberi pengelabuan
bagi para pihak yang menegakkan hukum terkait penerapan tugasnya. Warga Indonesia masih memiliki anggapan
bahwa tindakan melanggar Hak Cipta terutama mengunduh dan streaming film ilegal
bukan sebagai sesuatu yang serius ataupun penting dikarenakan kurangnya
kesadaran hukum dari masyarakat sehingga yang melaksanakan serta menontonnya
tanpa sadar yaitu terdapat Hak Moral serta Hak Ekonomi dari Pencipta/Pemegang
Hak Cipta yang dirugikan maupun dilanggar
PEMBAHASAN
Karya
yang diciptakan perlu diberi apresiasi dari publik melalui pembelian langsung
karya itu pada lokasi diputarnya film, yakni bioskop. Tapi, banyaknya individu
yang melakukan modifikasi suatu karya itu serta melakukan pendistribusiannya
menuju situs yang ilegal secara percuma. Konsumen dan masyarakat, karena
menikmati suatu karya film yang berkualitas rendah atau ilegal membuat semakin
tumbuh sifatnya yang tidak menghargai dan memberi penghormatan akan hasil karya
cipta yang sudah dibuat dari penciptanya dengan tujuan baik memberi hiburan
bagi para klien. UU
No 28 Tahun 2014 terkait Hak Cipta sebagai hukum yang memberi pengendalian
serta pemberian sanksi untuk individu yang melakukan pembajakan hasil karya
atas pencipta film nya memberi perlindungan dengan adil serta tegas dikarenakan
maraknya orang yang tidak tahu isi atas UU No 28 Tahun 2014 terkait Hak Cipta
yakni karya sinematografi pada kaitan ini film, dilindungi oleh negara dan
secara otomatis mendapatkan kepemilikan semenjak karya tersebut diwujudkan
dalam wujud yang nyata.
Hak
cipta pada negara Indonesia terdapat istilah konsep hak moral maupun hp
ekonomi. Hak Ekonomi yaitu hak dalam memperoleh manfaat atas perekonomian
mengenai suatu ciptaan, sementara hak moral yaitu hak yang terlekat di dirinya
pihak yang menciptakan yang tidak bisa hilang dengan alasan apa saja, meskipun
hak cipta telah dialihkan. Hak moral bisa dibilang sebagai garansi untuk pihak
yang menciptakan supaya nama dirinya ikut tersebutkan ketika ada pihak yang
mempergunakan hasil karya ciptanya dengan memperoleh izin terlebih dahulu
darinya. Perlindungan hukum bisa diklasifikasikan menjadi dua: Perlindungan
Hukum Preventif yang diberi dari pemerintahan yang tujuannya buat menghindari
saat sebelum terbentuknya pelanggaran. Perihal ini ada pada aturan UU dengan
itikad buat menghindari sesuatu pelanggaran dan berikan batas dalam
melaksanakan sesuatu kewajiban. Perlindungan Hukum Represif Perlindungan akhir
berbentuk aksi tegas, ataupun sanksi semacam denda ataupun ubah kerugian yang
diberikan apabila telah terjalin suatu sengketa atau telah dilakukan suatu
pelanggaran.
Pada
kajian ini, pemerintahan telah berupaya untuk melindungi hukum preventif guna
menurunkan tindakan. yang melanggar hak cipta yaitu mencakup UU Hak Cipta Nomor
28 Tahun 2014 terkait Hak Cipta yang berisikan memberi perlindungan kepada
pihak yang menciptakan. Pasal 54 pada UU Hak Cipta memberi pencegahan tindakan
melanggar hak cipta serta terkait dengan sarana yang basisnya pada teknologi
informasi, pemerintahan mempunyai wewenang melaksanakan upaya mengawasi kepada
pembuatan maupun penyebarluasan kontan tindakan yang melanggar Hak Cipta dan
Hak Terkait, bekerjasama serta berkoordinasi bersama beragam pihak di internal
dan juga eksternal negeri untuk mencegah tindakan membuat maupun menyebarluaskan
konten pelanggaran Hak Cipta sera Hak Terkait, kemudian upaya mengawasi kepada
perbuatan mereka yang mempergunakan media apa saja kepada ciptaan serta produk
hak terkait di lokasi pertunjukannya. Sesuai dengan empat pasal 55 UUHC 2014
yakni bagi tiap individu yang tahu terdapat tindakan yang melanggar hak cipta
dari sosial media yang dipakai dengan komersial berarti bisa melakukan
pelaporan terhadap Kominfo.
Perlindungan
represif yaitu tindakan melindungi berupa penindakan secara tegas misalnya
penjara, denda, hukuman tambahan yang diberi jika telah terjadi ataupun sudah
dilaksanakan tindakan yang melanggar. Untuk memberikan perlindungan yang lebih
optimal, pemerintah juga telah menciptakan Peraturan Bersama Kemenkumham dan
Kominfo Nomor 14 Tahun 2015 serta Nomor 26 Tahun 2015 terkait Pelaksanaan
Penutupan Konten dan/atau Hak Akses Pengguna Pelanggaran Hak Cipta dan/atau Hak
Terkait Dalam Sistem Elektronik. Tegas pada pasal 14 ayat 1 dan 2 serta pasal
15 termaktub kan yaitu Penutupan Konten maupun Hak Akses pengguna ditentukan
dari Direktur Jenderal Aplikasi Informatika atas nama menteri yang melaksanakan
kepentingan pemerintahan pada industri komunikasi maupun informatika. Pasal 14
ayat (2): Keputusan terkait penutupan konten maupun hak akses penggunanya sesuai
yang dimaksudkan di ayat (1) diberikan penyampaian terhadap Dirjen Kekayaan
Intelektual yang berjangka waktu paling lamanya tiga hari kerja dihitung saat
tanggal ditentukan. Kemudian pada pasal 15 mengungkapkan upaya menutup konten
maupun hak akses penggunaannya yang melakukan tindakan melanggar hak cipta
maupun hak terkait akan dilakukan pengumuman pada situs resmi kementerian yang
melaksanakan kepentingan pemerintahan pada bidang komunikasi dan informatika.